Pertanyaan : Assalamu'alaikum Wr.WbUstadz, apakah kalau akan melaksanakan ijab qabul calon suami harus dalam keadaan berwudhu? Bagaimana jika tidak wudhu atau sudah berwudhu tapi berjabat tangan dengan wanita bukan mahram?Wassalam
Jawaban : Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Ijab qabul dalam sebuah pernikahan tidak termasuk ibadah yang besifat mahdhah. Tidak seperti shalat atau thawaf yang mengharuskan diri kita suci dari hadats kecil dan hadats besar.Tidak ada syarat sah yang bentuknya suci dari hadats, dalam urusan ijab kabul. Juga tidak ada syarat harus membaca dua kalimat syahadat seperti yang seolah sudah menjadi tradisi itu. Juga tidak ada ketentuan harus menghadap kiblat, atau harus dilakukan di dalam masjid. Juga tidak harus pada hari Jumat dan seterusnya.Ijab kabul adalah akad atas suatu transaksi. Syarat-syaratnya memang ada dan telah didefinisikan oleh para ulama. Di antaranya adalah orang itu beragama Islam, sudah baligh, dan yang pasti harus orang yang berakal.Tapi kita tidak menemukan syarat yang mengharuskan seseorang dalam keadaan suci dari hadats atau dalam keadaan berwudhu' ketika melakukan akad nikah atau ijab kabul.Kalau pun ternyata banyak dilakukan orang, sebenarnya semua itu hukumnya hanya sunnah atau fadhilah. Misalnya akad dilakukan di masjid, ini sebuah hal yang baik saja. Dan memang dahulu Rasulullah SAW diriwayatkan pernah menikahkan shahabat di masjid. Tapi bukan berarti sebuah pernikahan tidak sah kalau tidak dilakukan di dalam masjid.Begitu juga dengan baca dua kalimat syahadat. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, buat apa membaca dua kalimat itu. Toh kita juga sudah tahu bahwa yang sedang melakukan akad atau ijab kabul itu adalah orang yang beragama Islam.Jadi buat apa harus diikrarkan ulang? Apakah kita tidak yakin bahwa orang itu beragama Islam?Dan yang juga sudah jadi semacam aturan, walau pun tidak jelas asal-asulnya, adalah shighat ta'liq. Biasaya, para pengantin yang memang belum tahu urusan, tiba-tiba disodorkan lembaran yang harus dia ucapkan tanpa pernah tahu sebenarnya apa hakikat yang sedang dibacanya itu.Padahal shighat ta'liq itu adalah pernyataan talaq atau cerai. Lho? Baru akad nikah kok sudah diajak main cerai? Bagaimana bisa demikian?Kalau pengantin pria tahu apa konsekuensi dan aturan mainnya, seharusnya dia menolak apabila disuruh membaca shighat itu. Karena ini adalah pembodohan yang terstruktur. Bagaimana mungkin seorang yang baru saja berbahagia menikahi isterinya, tiba-tiba disuruh menceraikan isterinya bila begini dan begitu?Aneh bin ajaib negara kita ini. Dan lebih aneh lagi adalah sistem penerapan syariahnya.Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Ahmad Sarwat, Lcsumber rumahfiqih.com